Rabu, 24 Juni 2009

Kabupaten Tana Tidung

Kabupaten Tana Tidung adalah kabupaten termuda di Provinsi Kalimantan Timur, yang terdiri dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sesayap, Kecamatan Sesayap Ilir, dan Kecamatan Tana Lia.

Bersamaan dengan Tana Tidung masih ada beberapa Kota/Kabupaten yang diresmikan melalui rapat paripurna DPR RI secara bersamaan di Indonesia yaitu; Kabupaten Padang Lawas (Sumatera Utara), Angkola Sipirok (Sumatera Utara), Manggarai Timur (Nusa Tenggara Timur), Kubu Raya (Kalimantan Barat), Pesawaran (Lampung), Kota Serang (Banten), dan Kota Tual (Maluku).

Tidak dipungkiri lahirnya Kabupaten Tana Tidung akan mempermulus bagi terbentuknya Provinsi Kalimantan Utara. Yang pasti saat ini adalah bahwa dengan dibentuknya Tana Tidung sebagai kabupaten, diharapkan pelayanan kepada masyarakat lebih cepat dan optimal.

Layaknya daerah yang baru lahir, Tana Tidung masih memiliki kekurangan terutama minimnya sarana infrastruktur seperti jalan dan bangunan. Makanya jangan heran, daerah yang mayoritas penduduknya suku Tidung ini, sampai kini belum memiliki jalan aspal. Bukan hanya jalan, listrik di Tana Tidung juga dibatasi cuma 12 jam tiap hari. Bahkan ada ibukota kecamatan yang tak terjangkau listrik PLN sama sekali. Air bersih pun hanya menjangkau 30 persen dari populasi penduduk. Penduduk Kabupaten Tana Tidung yang jumlahnya tak lebih dari 12.000 orang dan tersebar di 3 kecamatan bekas wilayah Bulungan yakni Sesayap, Sesayap Ilir, dan Tana Lia dengan luas wilayah sekitar 4.828 km2. Dari luas wilayah tersebut lebih dari 70 persen daerah yang memiliki ibukota Tideng Pale ini adalah hutan.

Dengan dilepasnya 3 kecamatan itu maka secara tak langsung tanggung jawab Bulungan lebih ringan karena hanya mengurus 10 kecamatan. Potensi sumber daya alam yang cukup melimpahlah, yang menjadi alasan utama kenapa Bulungan menyerahkan 3 kecamatan yang jaraknya jauh tersebut. Ada beberapa potensi yang bisa jadi modal membangun Tana Tidung. Mulai dari lahan efektif budidaya untuk pertanian, perikanan, hutan, dan perkebunan yang mencapai 1.448,56 km2. Batu bara di Sesayap dan Sesayap Ilir, minyak dan gas bumi tengah dieksplorasi oleh Medco di daerah Tana Lia dan Sesayap Ilir.
Sisi lain yang harus diperhatikan pemerintah pusat, pembentukan daerah baru di utara Kaltim sebenarnya baik bagi keamanan dan persatuan wilayah Indonesia. Alasannya, Tana Tidung tergolong daerah perbatasan. Dengan adanya daerah baru, keutuhan NKRI di perbatasan bisa terus dijaga. Untuk itu, Pemkab Bulungan telah memutuskan akan memberi suntikan dana Rp 5 miliar per tahun selama 2 tahun bagi pemerintah Tana Tidung. Selain itu, sekitar 75 hingga 100 pegawai asal Pemkab Bulungan diharapkan bisa mendukung roda pemerintahan kabupaten baru ini.

Salah satu hal utama dalam Undang-Undang Otonomi Daerah adalah bahwa bobot perekonomian daerah diberikan kepada pemerintah kabupaten dan pemerintah kota dan bukan kepada kepala pemerintah propinsi. Hal tersebut dimaksudkan agar pelayanan dan perlindungan kepada rakyat dapat secara cepat diberikan. Namun hal yang kiranya perlu diantisipasi adalah bahwa tidak semua kabupaten dan kota memiliki potensi ekonomi dan sosial yang sama. Hal demikian sudah barang tentu akan berdampak pada kinerja pemerintah daerah otonom tersebut dalam memberikan pelayanan dan perlindungan kepada warga masyarakat di lingkungan wilayahnya.

Secara konseptual dari aspek ekonomi, kebijakan pembentukan daerah otonom baru (Kabupaten Tana Tidung) yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.

Sehingga melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat secara mandiri, daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Oleh sebab itu kewenangan daerah melalui Otonomi Daerah diharapkan dapat dimaksimalkan oleh Pemkab Tana Tidung dalam memberikan pelayanan maksimal kepada para stakeholders di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun global.

Sebagai penutup sekaligus merefleksikan tulisan ini, patut kita ketahui bahwa daerah otonom baru sebagai hasil pemekaran yang telah disetujui oleh DPR dan pemerintah pusat hingga saat ini berjumlah 150 kabupaten dan kota. Akan tetapi ironisnya hanya 30 persen dari total daerah otonom baru (45 daerah) yang sudah mampu dan mandiri serta melepaskan ketergantungan dari kabupaten induk. Bahkan ada daerah pemekaran baru yang malah ingin bergabung lagi dengan kabupaten induk.

Hal itu sangat tidak sesuai dengan harapan dan tujuan dari pemekaran wilayah. Karena itu, potensi ekonomi harus digarap secara optimal agar mampu memandirikan daerah otonom baru, menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan. Hal itu diharapkan juga dilakukan di Kabupaten Tana Tidung yang baru dibentuk pada tahun 2007 ini. Untuk meningkatkan pembangunan daerah agar daerah otonom baru berkembang, diharapkan Pemda dan DPRD memperbanyak belanja publik dibanding belanja untuk kebutuhan pemerintah. Untuk itu, penyerapan APBN dan APBD harus ditingkatkan.

Karena sebagaimana telah menjadi rahasia publik diduga Rp120 triliun dana Pemda yang ada di Indonesia ada dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Dan ini menjadi keprihatinan kita bersama, karena mestinya dana APBD dan APBN diserap sebanyak-banyaknya untuk pembangunan.
Memang masih banyak pemerintah daerah yang tampaknya belum siap dengan kemandirian. Instrumen-instrumen baru, sebagai konsekuenasi logis dari pemberlakuan otonomi, baru sebatas didiskusikan. Daerah masih kesulitan untuk menyusun Peraturan Daerah (Perda), bahkan ada ribuan produk peraturan daerah yang telah dikeluarkan ternyata dicabut kembali oleh pemerintah pusat karena bermasalah. Jika pemerintah daerah sendiri pun belum siap, bagaimana masyarakatnya, kalangan bisnisnya, DPRD-nya, LSM-nya, dan sebagainya. Bukankah dalam membangun masa depan daerah yang otonom, segenap instrumen tersebut harus siap? Agaknya perlu pengkajian yang lebih dalam untuk menjawab pertanyaan tersebut. Namun yang pasti, pertanyaan itu bukan untuk mematahkan semangat daerah utamanya yang baru saja terbentuk, tetapi sekedar sentilan agar daerah lebih realistis dan tidak selalu mendefinisikan otonomi daerah sebagai pembentukan daerah-daerah baru. *** (sumber: http://uzumaki86.multiply.com/journal/item/32/Kabupaten_Tana_Tidung_Daerah_Otonom_ke-14_di_Kalimantan_Timur)